Sunday, April 30, 2006

Pram = Prometheus ?



memberikan hal yang amat berarti bagi umat kehidupan, namun dihukum karenanya

selamat jalan bung!
terima kasih atas kata-kata yang kau sisipkan dalam hati kami
TIDAK AKAN PERNAH KAMI LUPAKAN
dan akan kami lanjutkan
walau dengan kegalauan berharap kemenangan
30 April 2006



Thursday, April 27, 2006

Membangun Sosialisme di Venezuela

Interview dengan Marta Harnecker

Membangun Sosialisme di Venezuela
Rabu, 26 Oktober 2005


Oleh: Federico Fuentes - Green Left Weekly

Terakhir kalinya saya berbincang dengan penulis paling berpengaruh dalam Politik Amerika Latin Marta Harnecker adalah pada Pertemuan World Social Forum 2003, dimana kami berbincang mengenai “Perlawanan terpenting Anti Neoliberalisme didunia” yang berlangsung di Venezuela. Dua tahun kemudian, pada forum yang sama Presiden Venezuela Hugo Chavez untuk pertama kalinya di arena Internasional mengumumkan dukungannya bagi Sosialisme sebagai satu-satunya alternatif atas Kapitalisme

Harnecker saat ini tinggal di Venezuela, berusaha untuk menyokong pemerintahan semampu yang ia bisa termasuk bekerja sebagai penasihat Kementrian Partisipasi dan Pembangunan Sosial. Bertemu dengannya lagi, saya menanyakan pendapatnya mengenai komentar Chavez perihal keberadaan sosialisme sehubungan dengan perubahan yang terjadi di Venezuela dalam kurun waktu terakhir.

“Saya pikir anda dapat mengatakan bahwa tidak ada sesuatu hal baru yang terjadi setelah sosialisme dideklarasikan, karena deklarasi tidak lebih dari pemberian nama kepada banyak hal yang sudah terjadi dinegeri ini. Semua hal yang berlawanan dengan logika modal. Sebagai gantinya, hal-hal yang ada berdasar pada logika solidaritas kemanusiaan”

“Apa yang telah muncul dalam prakteknya membantu memperlihatkan kepada para pemimpin mengenai proses bahwa logika humanisme dan solidaritas yang mereka ajukan pada setiap tahapan akan bertentangan dengan logika kapital”

“Lihat Misi Sosial. Misi tersebut bukan misi sosialis, namun mereka hanya dapat dibayangkan dalam sebuah masyarakat yang ingin mengkonstruksi sesuatu yang berbeda dari kapitalisme karena mereka memperbolehkan setiap insan untuk berkembang, untuk menjadi subyek dalam proses ini dan menciptakan cara baru dalam memandang sebuah masyarakat”

Misi-misi Sosial –yang dimulai dengan Mission Barrio Adentro, perawatan kesehatan di perkampungan miskin Caracas- saat ini telah diperluas dengan bekerja sama dengan rakyat Venezuela yang secara tradisional berada diluar sistem pendikan melalui Mission Robinson (misi melek huruf), Mission Ribas (sekolah menengah) dan Mission Sucre (universitas). Misi lainnya telah dibentuk untuk mengatasi penderitaan masyarakat adat (Mission Guicapuro) dan perjuangan campesinos (petani) untuk tanah (Mission Zamora)

Harnecker menjelaskan bahwa “Salah satu misi terpenting adalah Mercal. Mercal adalah sesuatu hal yang berkebalikan dengan logika kapital. Merkal berupaya untuk memberi bahan pangan kepada rakyat dengan harga yang tidak ditentukan oleh hukum permintaan, tetapi lebih pada dibawah harga pasar” Produk-produk di outlet Merkal biasanya dijual dengan harga 40 persen dibawah harga pasar.

“Juga telah dicoba untuk mendirikan sebuah jaringan bagi produksi nasional dengan membeli melalui koperasi-koperasi. Satu dari problem koperasi adalah kompetisi yang mesti dihadapi dalam pasar kapital. Kompetisi ini diputus oleh pasar negara yang membeli produk bagi rakyat dan menawarkan kepada mereka dibawah harga pasar, dimana selama proses keseluruhan keuntungan bukanlah tujuan.

“Adalah menarik apabila kita melihat bagaimana gagasan Merkal berasal. Asalnya adalah dari kebutuhan akan kedaulatan pangan, yang muncul akibat dari pemogokan para bos di bulan Desember 2002” Harnecker mengatakan bahwa pemerintah pada saat itu melihat “betapa lemahnya pemerintah, semua bahan pangan berada dalam kekuasaan perusahaan privat sehingga perusahaan-perusahaan privat tersebut dapat mencekik proses melalui rasa lapar. Jadi pemerintah secara cepat melihat kebutuhan untuk memecahkan masalah ini.

Harnecker mencatat bahwa misi-misi tersebut “hanya mungkin dilakukan jika keluar dari tradisi (watak) warisan negara. Salah satu persoalan terbesar dari revolusi ini adalah aparat warisan negara dan kebiasaan-kebiasaan lama rakyat. Misi-misi sebagai salah satu jalan untuk melakukan sesuatu diluar negara dan memulai transformasi dari luar adalah sesuatu hal yang sangat sulit”

Demokrasi Partisipatoris

Bersamaan dengan upaya untuk mentransformasikan negara dan logika pasar kapital, revolusi Bolivarian telah berjuang untuk menggantikan yang disebut dengan Demokrasi Perwakilan yang telah ada selama 40 tahun sebelum pemilu 1998 yang memenangkan Chavez dan menggantikannya dengan demokrasi partisipatoris yang sesungguhnya dan demokrasi protagonis, dimana rakyat mulai merebut kuasa atas hidupnya, komunitasnya dan negaranya. Adalah dalam wilayah partisipasi rakyat, dimana Harnecker menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar dan mendorong pengalaman-pengalaman baru dan prakarsa yang coba untuk mentransfer kekuatan pengambilan keputusan oleh rakyat. Bagi Harnecker, “Venezuela adalah sebuah negara yang memberi warga negaranya seluruh peluang yang paling memungkinkan bagi orang-orang untuk berpartisipasi”

Kami mendiskusikan pengalaman pemerintahan komunitas di Carabobo. Disana, dikotamadya Libertador, walikota telah bekerja dalam divisi parroquias (jemaat) kebeberapa sektor, dimana pemerintahan komunitas didirikan untuk mendesentralisasikan tugas-tugas dan sumber daya, seperti pengumpulan sampah dan perawatan serta pembayaran persediaan listrik. Semua tugas ini diambil oleh seluruh komunitas dengan sumber daya berasal dari dewan kota.

Pemerintahan Chavez juga mendorong pembentukan komite komunitas untuk mengatasi problem kesehatan, pendidikan, olah raga dan isu lainnya bekerja erat dengan misi-misi. The Comites de Salud (komite kesehatan) adalah salah satu contoh. Mereka bekerja sama dengan dokter-dokter Kuba dalam Misi Barrion Adentro, membantu melaksanakan sensus komunitas dan mendukung orang-orang yang sakit untuk mengunjungi dokter lokal dimana masih banyak warga yang pada waktu dulu tidak mampu untuk mengunjunginya.

Harnecker menjelaskan: “Banyak sekali pengalaman berbeda dengan nama yang berbeda tapi dengan satu tujuan”. Bersama dengan Mentri Partisipasi Rakyat dan Pengembangan Sosial, Harnecker bekerja untuk mendorong pembuatan dewan-dewan komunal. “Salah satu masalah yang kami hadapi disini adalah bahwa konstitusi baru telah menciptakan kondisi terbaik bagi bentuk partisipasi rakyat dengan rakyat sebagai pelaku utama, namun ide-ide tersebut tidak serta merta terimplementasi dengan baik.

Harnecker menyebutkan contoh Dewan Lokal Perencanaan Publik (CLPP’s) yang ada dalam konstitusi dan dikodifikasi dalam kebijakan hukum. CLPP ini bertujuan untuk membentuk sebuah dewan yang melibatkan walikota, anggota dewan kota yang terpilih, Ketua-ketua Juntas Parraquiales dan pimpinan-pimpinan komunitas yang terpilih dalam majelis warga. Idenya adalah bahwa komunitas akan mendapatkan 50% plus satu keanggotaan dari badan ini dan akan membantu untuk menentukan kemana sejumlah porsi tertentu dari budget dialokasikan. Dalam realitasnya ada banyak masalah untuk menerapkan ini dilapangan.

“Sebagai contoh”, lanjut Harnecker, “bagaimana kamu secara demokratis memilih perwakilan dari komunitas dalam sebuah majelis warga saat kita bicara mengenai wilayah geografis yang dihuni oleh ribuan atau sepuluh ribu rakyat? Tatkala masyarakat grassroot tidak terorganisir maka akan sangat sulit untuk orang-orang yang menyusun CLPP sebagai sebuah ekspresi rakyat agar sungguh-sungguh menjadi terwakili.

“Oleh sebab itu mengapa sungguh penting untuk membentuk dewan komunal dalam komunitas kecil yang terdiri dari 200-600 keluarga di wilayah urban dan jumlah yang lebih kecil lagi di wilayah rural. Juru bicara dewan-dewan ini harus merupakan perwakilan dari komunitas tersebut dalam CLPP. Para dewan harus membantu untuk memecahkan masalah pembubaran organisasi-organisasi yang ada dalam komunitas. Terdapat banyak organisasi-organisasi rakyat yang fokus pada sektornya sendiri-sendiri”.

Harnecker menjelaskan bahwa apa yang mereka usulkan dengan dewan komunal adalah “komunitas menempatkan sebuah organisasi atau ruang yang mengartikulasikan kebutuhan keseluruhan organisasi yang ada dalam komunitas dan membiarkan elaborasi dari rencana tunggal bagi komunitas termasuk kesehatan, pendidikan dan semuanya namun tetap dalam sebuah rencana tunggal saja”

Kepemimpinan

Melalui peningkatan partisipasi politik, Harnecker menjelaskan bahwa hal ini “akan membantu mengkonsolidasikan proses ditingkat akar rumput, majukan dan luaskan proses itu, menciptakan kekuatan yang lebih banyak yang akan membantu prosesnya.” Memfasilitasi partisipasi rakyat juga akan membantu menciptakan generasi baru para pemimpin karena “itu adalah dimana orang-orang akan memiliki hal-hal untuk diperbuat dan akan membuat mereka untuk memperlihatkan dalam praktek bahwa mereka mampu untuk memimpin prosesnya. Karena inilah mengapa saya bergairah dalam bekerja dengan konstruksi partisipasi rakyat di level akar rumput dengan gagasan dewan-dewan komunal, karena orang-orang ini dipilih berdasarkan kepemimpinan yang mereka perlihatkan dalam aktivitas sehari-hari”.

Ini adalah juga bagaimana Harnecker memandang bahwa proses peningkatan partisipasi politik rakyat Venezuela akan dapat mengatasi satu dari kelemahan terbesar –kekurangan akan instrumen politik. “Partai-partai yang berbeda dan kepemimpinan berbeda belum mampu mengintegrasikan dalam jalan yang riil, mereka terlampau khawatir mengenai kepentingan kelompok mereka sendiri dan ada masalah besar dalam MVR (Partainya Chavez, the Movement for a Fifth Republic), yang mencoba untuk memaksakan hegemoninya. MVR adalah partai ‘mayoritas’ yang tidak terlampau murah hati. Masalah tidak terlampau banyak dipucuk pimpinan yang memahami pentingnya memberi dan menciptakan ruang bagi sekutu mereka, namun karena banyak kelompok dalam MVR mereka mesti merespon setiap permintaan dari tiap kelompok dan dari situlah masalah muncul.

“Sesaat setelah referendum tampaknya UBEs (units for electoral battle), bentuk organisasi paling brilyan akan memperkenankan Chavez untuk memecahkan persoalan hubungan dengan rakyat dan bagaimana mengorganisasikan mereka. Pada saat itulah, FRONT POLITIK mungkin dapat diciptakan dari UBEs dimana orang-orang yang terlibat adalah orang yang benar-benar bekerja di akar rumput dengan perwakilan-perwakilan dari partai namun mayoritas datangnya justru dari orang-orang yang berasal dari grassroots. Sayangnya kondisi (sesungguhnya) tidak seperti itu, khususnya dari apa yang telah diberitahu kesaya mengenai diskusi-diskusi dalam MVR untuk menerima gagasan tersebut.

Harnecker memercayai bahwa “kecuali satu kejadian penting terjadi yang memaksa kekuatan (partai-partai tersebut) untuk menempatkan "kepentingan proses" diatas kepentingan-kepentingan lainnya... kedepan saya melihat prosesnya akan memakan waktu lebih lama untuk mengkonstruksi pemimpin-pemimpin, menumbuhkan para pemimpin melalui partisipasi rakyat. Dalam enam tahun, saya percaya bahwa kita akan memiliki sebuah generasi pemimpin yang akan membuat (baca:memaksa) mereka sendiri melewati proses partisipasi politik ini”

Saat ditanya apakah Revolusi Venezuela memiliki enam tahun untuk menyelesaikan permasalahan, Harnecker menjawab: “Apa yang Chavez lakukan adalah melihat pada mekanisme untuk mengganti defisiensi. Ia adalah konduktor yang paling jelas dari proses ini, proses ini bergantung banyak pada Chavez dan itulah kenapa ancaman pembunuhan adalah nyata. Bagaimanapun, dengan konduktor tersebut, dengan pedagogi rakyat dan dengan sebuah proses yang menghasilkan kesempatan bagi rakyat untuk berpartisipasi dan tumbuh, masalah-masalah ini dapat diatasi. Ini bukanlah proses dimana rakyat menunggu pemimpin untuk memberikan kado, ini adalah sebuah proses dimana rakyat sedang terbangun, sedang menegaskan diri mereka sendiri, sedang tumbuh berkembang sebagai masyarakat dan sedang membentuk diri mereka sendiri melalui misi-misi, melalui Alo Presidente (TV Program mingguan Chavez) dan melalui partisipasi sehari-hari.


Judul Asli: Venezuela: Building socialism, an interview with Marta Harnecker

By Federico Fuentes, Caracas

Green Left Weekly, October 26, 2005.

Wednesday, April 26, 2006

pay me


................
You tell me you want a woman who's

as simple as a flower.
Well if you want me to act like that,
You'd better pay me by the hour
................
wild women do by nat cole

Thursday, April 20, 2006

hey kapital! mau kubantu menggali kuburanmu?

SBY-JK dengan seenaknya mengatakan,

"lihat tuh Cina, lihat Vietnam yang lebih mengakomodir fleksibilitas modal".

Bah!
Vietnam, Cina adalah negara sosialis atau bekas sosialis dimana negara memiliki fungsi luas dalam menjamin kesejahteraan warga--namun bila terus mengakomodir kapital, nasibnya juga pasti akan serupa dengan Indonesia dan negara lainnya yang secara ekstrim mengakomodir kepentingan modal--.
Namun sampai saat ini, peran negara dalam memberikan kesejahteraan itu masih ada dan tersisa disana.


Apa yang terjadi di Indonesia kini (dalam UU Ketenaga kerjaan) sama dengan yang terjadi di Perancis, waktunya hampir bersamaan:

Power to the Capital! Racing to Accomodate Capital...

Dalam usaha melakukan revisi, yang kini telah dibatalkan karena ditentang buruh (terima kasih kepada buruh kerah biru!), pemerintah HARUS menambahkan dalih agar tampak kebijakan itu adalah demi kepentingan rakyat luas dari bisa diterima.
Seperti dalihnya saat menaikkan BBM Maret tahun lalu: "kenaikan akan mengurangi angka kemiskinan, karena yang paling boros adalah kelas menengah ke atas."--Kenyataan yang terjadi kini adalah kelas bawah makin terpuruk, dan kelas menengah juga ikut terpuruk--salah satu indikatornya: penumpang taksi dan penjualan mobil.... menurun).

Kali ini dalih (bohong-bohongan) SBY JK adalah: "investasi lebih diakomodasi dengan mengurangi hak-hak buruh, demi peningkatan lapangan kerja".


Okay, mari berhitung!

Jumlah angka pengangguran kini adalah 40 juta lebih (11 juta pengangguran terbuka).

Kenaikan pertumbuhan ekonomi 1% (mengambil angka GDP) ternyata hanya akan mengurangi pengangguran 100.000 orang.

Dengan demikian, kalau kita ikut optimis angka pertumbuhan 6,5 % seperti target pemerintah tercapai, penggangguran hanya berkurang 650.000 orang. Sedangkan angka PHK pertahun cukup besar, dan mereka yang terlemparkan dari perusahaan siap-siap jatuh miskin.

Dan tingkat kesejahteraan buruh yang masih bekerja pun (dengan upah DKI 850.000 ribu) akan makin jauh tertinggal (karena sudah digariskan, upah tidak naik setiap tahun, sementara pemerintah selalu melakukan kenaikan dari bermacam komoditi gas, listrik, dll).

Maka, dalam kebijakan neoliberal, kesejahteraan rakyat dan aktifitas ekonomi seperti spiral yang bergerak kebawah, yang pada akhirnya akan menghantam usaha itu sendiri (sekarang saja mereka sudah mengeluh dengan lemahnya daya beli).

Tapi mengapa pemerintah dan dunia usaha mendukungnya?

Ini lah yang disebut kontradiksi di dalam tubuh sistem kapital.

Sehingga kita harus memikirkan jalan keluar alternatif.


Organisasi Islam menawarkan kembali ke Syariat Islam.
Yang lain, menawarkan apa?

Keluarkan, dan kita perdebatkan secara ilmiah dan demokratis.

catatan: angka-angka memang butuh diverifikasi lagi, karena sudah 1 tahun saya tidak mengikuti statistik makroekonomi.

Profil si Keynes dan si Adam

si Keynes

dianut secara luas oleh mayoritas negara dunia paska PD II hingga tahun 1970-an.
Prinsipnya, negara harus berperan dalam meningkatakan daya beli rakyat (memperhatikan demand side)
--belajar dari pengalaman krisis 1929-1930, Great Depression yang terjadi kedua kalinya, dimana ketiadaan daya beli rakyat akhirnya memukul balik industri sendiri karena ketiadaan pasar (berbarengan dengan tingginya harga saham namun tidak lagi mencermikan nilai aset dan aktivitas ekonomi perusahaan) ini ulah si Adam.


Implementasi si keynes:

1. menghapus pengangguran (sehingga pada periode tersebut fokus perdebatan pengusaha dan negara para era Keynesian adalah berapa tingkat minimal pengangguran agar industri tidak mengalami kekurangan tenaga kerja mana kala fluktuasi ekonomi dalam grafik meningkat)

2. memperkuat peran negara dalam memberikan fasilitas kesejahteraan, seperti subsidi kesehatan, pendidikan, dll, bahkan tunjangan sosial buat pengangguran di negeri maju.

3. memperluas peran negara dalam mengelola unit usaha yang menyangkut kepentingan publik luas.


Dokumen yang mengadopsi/sejalan dengan kebijakan Keynesian:
a. Piagam PBB yang menegaskan tanggung jawab negara memenuhi pekerjaan buat semua warga negara, bahkan hak memastikan mendapat liburan.

b. Konsitusi Indonesia - pasal-pasal UUD 1945 (seperti tanggung jawab negara dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengelolaan sumber daya alam yang penting), dibuat dalam suasana paska PD II (belum lama ini diamandemen sesuai dengan situasi kebijakan versi si neo Adam yang diimplementasi secara luas).

Namun TEHNOLOGI TERUS MAJU....

sesuai dengan hukumnya terus progress (tidak bisa dibendung, walau kadang berusaha dibendung oleh yang memegang monopoli dengan kalkulasi-kalkulasi keuntungan), dan kapital/korporasi harus mengadopsi teknologi dalam menghasilkan produk lebih massal (dan lebih murah) agar bisa menang dalam persaingan.

Disisi lain, jumlah pasar makin terbatas dan tidak bertambah luas (karena pasarnya hanya dari penduduk dunia yang ada, itu pun harus dikurangi dengan angka penduduk yang tidak memiliki daya beli yang kebanyakan terdapat di negara dunia III).

Maka Kebijakan si Keynes ini (atau nama lainnya pendekatan kesejahteraan) dilihat memberatkan bagi kapital/korporasi.


Dalam transaksi ekonomi makro,
fasilitas kesejahteraan (subsidi kesehatan, pendidikan, tunjangan buat usia tua dll) selain diambil dari keuntungan unit usaha yang dikelola negara, tentu diambil dari pajak kapital/korporasi, disamping pajak yang dibayarkan oleh buruh dan warga negara secara luas.

Biaya kesejahteraan ini dilihat sebagai beban bagi kapital ditengah

stagnasi yang mereka alami akibat kejenuhan pasar/rendahnya daya beli.


Maka mulailah……….

balik lagi ke si Adam
tahun 1980-an,
pada masa Thatcher dan Reagen,
digulirkanlah kebijakan ekonomi neoliberal, yang kemudian diimplementasikan oleh mayoritas pemimpin negara di dunia.


Prinsipnya :

1. Peran negara dalam urusan kesejahteraan dilucuti, karena dinilai sebagai beban.

2. Karena pasar makin terbatas, maka unit-unit usaha yang masih dikuasai negara dan menguntungkan harus/dipaksa diswastakan sebagai perluasan lapangan usaha bagi modal/kapital.

3. Negara dipaksa mengakomodir kepentingan kapital agar bisa bergerak fleksibel, baik di dalam sektor finansial (pasar saham, dll); maupun dalam investasi.

Dan kini mayoritas negara berlomba-lomba memfasilitasi ini,

seperti spiral bergerak kebawah:

fasilitasi modal!

rendahkan pajak investasi!

perlemah kekuatan buruh dengan sistem outsourcing/kontrak!

permudah syarat-syarat PHK!